|
Foto khusus Jokowi |
Pasca aksi 4 11, ada yang menarik dari aktivitas harian Pak De. Aktivitas yang lain dari biasanya. Aktivitas yang bisa dikata sangat khusus yaitu konsentrasi konsolidasi sosial dan konsolidasi pasukan pasca aksi 4 11.
Saking pentingnya urusan konsolidasi ini, agenda kunjungan balasan ke Australia pada 5 November lalu bahkan harus ditunda. Saya mencoba membaca pola langkah Pak De yang sulit ditebak. Membaca langkahnya perlu memahami karakter pribadinya yang cenderung tidak mengikuti panduan protokoler.
Misalnya hampir semua presiden di dunia itu kalau hujan pasti dipayungi ajudannya. Pak De malah memayungi Gubernur Papua Lucas Enembe saat berkunjung ke Papua. Pesan simboliknya Papua dipayungi Sang Saka Merah Putih. Keren. Di sisi lain, kelemah lembutan dan rendah hati Pak De bisa berubah menjadi garang dan keras bilamana itu menyangkut aksi tipu tipu bawahannya yang suka membohongi.
Jangan main main kalo soal kerja. Berani macem macem dan tidak bisa dibilangin lagi siap siap saja kena tendang dari jabatan. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Partogi Pangaribuan sudah merasakan dinginnya jeruji besi karena warning Pak De diabaikannya.
Konsolidasi sosial Pak De dengan mengunjungi para ulama dan ormas Islam menjelaskan secara utuh karakter Pak De yang lemah lembut dan sejuk. Pak De dengan tulus mau membungkukkan badannya memberi hormat pada ulama saat mau naik podium memberi sambutan.
Saat pergi naik haji, di ruang bandara, Pak De terlihat membungkuk seperti mengoles balsem ke betis kaki seorang ulama. Ia sepenuh hati sangat menaruh hormat pada ulama. Penghormatannya itu bukan basa basi. Penghormatannya itu diwujudkan dengan melakukan dan menuruti pesan ulama untuk hidup lurus, sederhana, adil dan bermanfaat bagi bangsa, negara dan agama.
Maka kodokpun ikut bernyanyi saat mendengar orasi Fahri Hamzah pada aksi 4 11. Fahri menuduh dan menghasut massa dengan mengatakan Presiden Jokowi telah menghina ulama. Fahri menuduh Presiden Jokowi telah menghina simbol simbol Islam. Atas hasutan makar Fahri Hamzah saya dan teman teman Bara JP telah melaporkannya ke Bareskrim Polri dengan sangkaan penghasutan dan makar.
Ocehan Fahri saat orasi itu sama sintingnya saat Fahri ngoceh bahwa Hari Santri yang direncanakan Jokowi masa pilpres lalu adalah sinting. Fahri sepertinya akan menjadi sinting selama Jokowi menjadi presiden. Dan akan menjadi gila seumur hidup selepas Jokowi menyelesaikan jabatan presidennya.
Tidak masuk akal kita mengapa sampai begitunya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah membenci dan memusuhi Pak De. Mulutnya benar benar beracun. Meracuni orang agar melengserkan pemerintahan yang sah dengan aksi parlemen jalanan. Benar benar ngaco.
Pak De melakoni hidupnya dengan berjalan pada falsafah Jawa
“Dadio banyu, ojo dadi watu” (Jadilah air, jangan jadi batu). Ia berusaha tawadhu meski telah menjadi orang nomor satu di republik ini.
Ia tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Ia tidak membalas fitnah dengan fitnah. Baginya biarlah tenaga, waktu, pikiran dan perasaannya hanya untuk bekerja, bekerja dan bekerja.
Dalam bingkai lain, Pak De bukanlah seperti orang lemah yang sering disangkakan banyak lawan lawannya. Sering lawannya memberi stempel Jokowi itu presiden plonga plongo. Presiden penakut. Presiden boneka.
Benarkah?
Saya pikir dua tahun ini kita sudah bisa melukis pribadi Pak De yang bernyali dan petarung. Rekam jejak keberanian dan ketegasannya berlimpah.
Sebutlah soal mafia migas Petral yang dibekukan. Sebutlah soal mafia illegal fishing yang diberantas tanpa kompromi. Kita ingat perintah perang pemberantasan narkoba tanpa belas kasihan.
Nah, konsolidasi sosial Pak De dengan mengunjungi para ulama bisa kita artikan sisi lemah lembut, tawadhu seorang Pak De. Sisi humanis yang memperlihatkan kemanusiaan dan kebangsaan adalah dua hal pokok yang ingin dimenangkannya.
Konsolidasi pasukan Pak De dengan mengunjungi Markas Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur kemarin, menunjukkan sisi batu karang Pak De.
Ia memberi pesan kepada aktor aktor politik yang menunggangi aksi demo 4 11 kemarin untuk tidak main main lagi. Pak De tidak gentar dan bergeming dengan ancaman berapapun jumlah massa yang hendak merongrong negara.
Pagi hari ini, Pak De juga melakukan konsolidasi pasukan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok. Pesan Presiden Jokowi terang benderang. Bahwa negara siap melawan siapapun yang mencoba memecah belah.
Siangnya, selepas mengunjungi Mako Brimob, Pak De mengunjungi Mako Marinir Jakarta. Pak De diarak dengan gegap gempita prajurit Marinir. Di atas tank tempur pasukan baret ungu, Pak De mengulangi pesan komandonya bahwa kesetiaan prajurit itu pada Sumpah Prajurit dan Sapta Marga.
Pesan terbuka Pak De ini memberi ultimatum kepada siapa saja yang mencoba melakukan kudeta bersiaplah melawan kekuatan penuh aparat negara.
Jenderal Tito Karnavian dengan sikap sempurna memberi hormat dan janji Hasatya Prabu. Janji kesetiaan prajurit bhayangkara untuk setia pada negara dan pimpinannya.
Pak De telah mengibarkan panji panji kekuatan negara kepada musuh musuh negara bahwa negara tidak takut dengan ancaman aksi demo 25 11 mendatang. Negara siap apapun yang terjadi.
Strategi soft dan hard dalam garis vektor kebijakan Pak De ini kita baca ibarat dokter sedang mendiagnosa penyakit pasiennya. Jika masih bisa dibereskan dengan obat, maka Jokowi memberi obat.
Namun jika penyakit itu sudah menggerogoti tubuh induk, maka tak ada jalan lain selain mengamputasinya. Memotongnya lalu membuangnya jauh jauh agar tidak menginfeksi anggota tubuh lainnya.
Jokowi memainkan strategi bertarung nan ciamik. Ia merangkul siapa yang hendak dirangkul. Sementara Ia membiarkan musuhnya berselancar diatas ombak kencang yang dibuat aktor aktor politik politik itu.
Dengan tenang tanpa koar koar Jokowi terus bersafari melakukan konsolidasi sosial dan konsolidasi pasukan. Merangkul para ulama dan memeriksa pasukan dan kelengkapan senjata.
Bila tiba saatnya, batu karang Jokowi akan memecah ombak dan si pelancar aktor politik itu akan tergulung oleh ombak yang dibuatnya sendiri. Tenggelam dan hanyut tergulung ombak.
Percaya atau tidak, kali ini Pak De sudah pada tahap bersiap mengeluarkan jurus tendangan tanpa bayangan. Tendangan mematikan yang tidak terlihat oleh musuh musuhnya. Tiba tiba saja sang aktor politik penunggang gelap itu tergeletak jatuh lumpuh tak berdaya.
Aihhh… Pak De…nikmat sekali jus terong belanda siang ini… Segerrrr
Salam NKRI Jaya
Sumber : https://seword.com/politik/merangkul-dan-memukul-aktor-politik-ala-pak-de-jokowi/
|
Foto khusus Jokowi |
Pasca aksi 4 11, ada yang menarik dari aktivitas harian Pak De. Aktivitas yang lain dari biasanya. Aktivitas yang bisa dikata sangat khusus yaitu konsentrasi konsolidasi sosial dan konsolidasi pasukan pasca aksi 4 11.
Saking pentingnya urusan konsolidasi ini, agenda kunjungan balasan ke Australia pada 5 November lalu bahkan harus ditunda. Saya mencoba membaca pola langkah Pak De yang sulit ditebak. Membaca langkahnya perlu memahami karakter pribadinya yang cenderung tidak mengikuti panduan protokoler.
Misalnya hampir semua presiden di dunia itu kalau hujan pasti dipayungi ajudannya. Pak De malah memayungi Gubernur Papua Lucas Enembe saat berkunjung ke Papua. Pesan simboliknya Papua dipayungi Sang Saka Merah Putih. Keren. Di sisi lain, kelemah lembutan dan rendah hati Pak De bisa berubah menjadi garang dan keras bilamana itu menyangkut aksi tipu tipu bawahannya yang suka membohongi.
Jangan main main kalo soal kerja. Berani macem macem dan tidak bisa dibilangin lagi siap siap saja kena tendang dari jabatan. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Partogi Pangaribuan sudah merasakan dinginnya jeruji besi karena warning Pak De diabaikannya.
Konsolidasi sosial Pak De dengan mengunjungi para ulama dan ormas Islam menjelaskan secara utuh karakter Pak De yang lemah lembut dan sejuk. Pak De dengan tulus mau membungkukkan badannya memberi hormat pada ulama saat mau naik podium memberi sambutan.
Saat pergi naik haji, di ruang bandara, Pak De terlihat membungkuk seperti mengoles balsem ke betis kaki seorang ulama. Ia sepenuh hati sangat menaruh hormat pada ulama. Penghormatannya itu bukan basa basi. Penghormatannya itu diwujudkan dengan melakukan dan menuruti pesan ulama untuk hidup lurus, sederhana, adil dan bermanfaat bagi bangsa, negara dan agama.
Maka kodokpun ikut bernyanyi saat mendengar orasi Fahri Hamzah pada aksi 4 11. Fahri menuduh dan menghasut massa dengan mengatakan Presiden Jokowi telah menghina ulama. Fahri menuduh Presiden Jokowi telah menghina simbol simbol Islam. Atas hasutan makar Fahri Hamzah saya dan teman teman Bara JP telah melaporkannya ke Bareskrim Polri dengan sangkaan penghasutan dan makar.
Ocehan Fahri saat orasi itu sama sintingnya saat Fahri ngoceh bahwa Hari Santri yang direncanakan Jokowi masa pilpres lalu adalah sinting. Fahri sepertinya akan menjadi sinting selama Jokowi menjadi presiden. Dan akan menjadi gila seumur hidup selepas Jokowi menyelesaikan jabatan presidennya.
Tidak masuk akal kita mengapa sampai begitunya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah membenci dan memusuhi Pak De. Mulutnya benar benar beracun. Meracuni orang agar melengserkan pemerintahan yang sah dengan aksi parlemen jalanan. Benar benar ngaco.
Pak De melakoni hidupnya dengan berjalan pada falsafah Jawa
“Dadio banyu, ojo dadi watu” (Jadilah air, jangan jadi batu). Ia berusaha tawadhu meski telah menjadi orang nomor satu di republik ini.
Ia tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Ia tidak membalas fitnah dengan fitnah. Baginya biarlah tenaga, waktu, pikiran dan perasaannya hanya untuk bekerja, bekerja dan bekerja.
Dalam bingkai lain, Pak De bukanlah seperti orang lemah yang sering disangkakan banyak lawan lawannya. Sering lawannya memberi stempel Jokowi itu presiden plonga plongo. Presiden penakut. Presiden boneka.
Benarkah?
Saya pikir dua tahun ini kita sudah bisa melukis pribadi Pak De yang bernyali dan petarung. Rekam jejak keberanian dan ketegasannya berlimpah.
Sebutlah soal mafia migas Petral yang dibekukan. Sebutlah soal mafia illegal fishing yang diberantas tanpa kompromi. Kita ingat perintah perang pemberantasan narkoba tanpa belas kasihan.
Nah, konsolidasi sosial Pak De dengan mengunjungi para ulama bisa kita artikan sisi lemah lembut, tawadhu seorang Pak De. Sisi humanis yang memperlihatkan kemanusiaan dan kebangsaan adalah dua hal pokok yang ingin dimenangkannya.
Konsolidasi pasukan Pak De dengan mengunjungi Markas Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur kemarin, menunjukkan sisi batu karang Pak De.
Ia memberi pesan kepada aktor aktor politik yang menunggangi aksi demo 4 11 kemarin untuk tidak main main lagi. Pak De tidak gentar dan bergeming dengan ancaman berapapun jumlah massa yang hendak merongrong negara.
Pagi hari ini, Pak De juga melakukan konsolidasi pasukan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok. Pesan Presiden Jokowi terang benderang. Bahwa negara siap melawan siapapun yang mencoba memecah belah.
Siangnya, selepas mengunjungi Mako Brimob, Pak De mengunjungi Mako Marinir Jakarta. Pak De diarak dengan gegap gempita prajurit Marinir. Di atas tank tempur pasukan baret ungu, Pak De mengulangi pesan komandonya bahwa kesetiaan prajurit itu pada Sumpah Prajurit dan Sapta Marga.
Pesan terbuka Pak De ini memberi ultimatum kepada siapa saja yang mencoba melakukan kudeta bersiaplah melawan kekuatan penuh aparat negara.
Jenderal Tito Karnavian dengan sikap sempurna memberi hormat dan janji Hasatya Prabu. Janji kesetiaan prajurit bhayangkara untuk setia pada negara dan pimpinannya.
Pak De telah mengibarkan panji panji kekuatan negara kepada musuh musuh negara bahwa negara tidak takut dengan ancaman aksi demo 25 11 mendatang. Negara siap apapun yang terjadi.
Strategi soft dan hard dalam garis vektor kebijakan Pak De ini kita baca ibarat dokter sedang mendiagnosa penyakit pasiennya. Jika masih bisa dibereskan dengan obat, maka Jokowi memberi obat.
Namun jika penyakit itu sudah menggerogoti tubuh induk, maka tak ada jalan lain selain mengamputasinya. Memotongnya lalu membuangnya jauh jauh agar tidak menginfeksi anggota tubuh lainnya.
Jokowi memainkan strategi bertarung nan ciamik. Ia merangkul siapa yang hendak dirangkul. Sementara Ia membiarkan musuhnya berselancar diatas ombak kencang yang dibuat aktor aktor politik politik itu.
Dengan tenang tanpa koar koar Jokowi terus bersafari melakukan konsolidasi sosial dan konsolidasi pasukan. Merangkul para ulama dan memeriksa pasukan dan kelengkapan senjata.
Bila tiba saatnya, batu karang Jokowi akan memecah ombak dan si pelancar aktor politik itu akan tergulung oleh ombak yang dibuatnya sendiri. Tenggelam dan hanyut tergulung ombak.
Percaya atau tidak, kali ini Pak De sudah pada tahap bersiap mengeluarkan jurus tendangan tanpa bayangan. Tendangan mematikan yang tidak terlihat oleh musuh musuhnya. Tiba tiba saja sang aktor politik penunggang gelap itu tergeletak jatuh lumpuh tak berdaya.
Aihhh… Pak De…nikmat sekali jus terong belanda siang ini… Segerrrr
Salam NKRI Jaya
Sumber : https://seword.com/politik/merangkul-dan-memukul-aktor-politik-ala-pak-de-jokowi/
Continue Reading→
0 komentar: