Pasukan ISIL (foto: Reuters) |
"Kalau gerakan itu muncul di Indonesia dan ini bisa kacau, maka yang rugi itu adalah orang Islam, karena orang Islam paling banyak di Indonesia," katanya dalam diskusi ilmiah di Kampus IAIN Palu, Jumat (8/8/2014).
Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Jakarta itu mengatakan jika Indonesia kacau, maka orang Islam tidak bisa minta suaka kemana-mana. "Kalau organisasi Islam mau minta suaka di Amerika tidak mungkin dapat," ujarnya.
Karena itulah, menurut dia, Indonesia harus dijaga dari pengaruh ajaran keagamaan yang membuat bangsa Indonesia berantakan. "Jangan hal-hal yang utopia serta merta dibawa ke Indonesia," katanya.
Menurut dia, konsep khilafah yang menjadi misi ISIS jelas tidak relevan dengan umat Islam di Tanah Air. "Indonesia lebih mengenal negara bangsa, bukan khilafah, seperti yang dikampanyekan ISIS atau Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), meski pendekatan HTI lebih soft," terangnya.
Azyumardi banyak menjelaskan tentang sejarah munculnya ISIS dari Timur Tengah yang dipengaruhi oleh instabilitas di negara-negara Arab itu.
Secara keseluruhan, Timur Tengah merupakan wilayah regional yang paling tidak pernah stabil pascaperang dunia II. Sejak itu dan hingga kini selalu menjadi pusat pergolakan politik dan kekerasan.
Faktor utamanya adalah konflik Palestina-Israel, pertarungan antarnegara Arab sendiri maupun konflik politik domestik seperti gerakan Islamis Ikhwanul Muslimin. "ISIS lahir dari instabilitas politik, sosial dan agama," katanya.
Menurut Azyumardi, ketika gelombang demokrasi sampai ke Syria, bertambalah berbagai kelompok oposisi.
Kata dia, sebagian dari opisis itu murni gerakan prodemokrasi dan lebih banyak lagi kelompok militan radikal dengan semangat sektarianisme keagamaan yang menyala-nyala. Sejak awal 2013, lanjut dia, ISIS berhasil mengonsolidasikan berbagai kelompok radikal yang berkonflik satu sama lain.
Saat ini, ISIS menyerukan umat muslim seluruh dunia, termasuk Indonesia untuk mendukung dan bergabung dengan mereka dengan konsep khilafah. "Mereka menggunakan sentimentil sektarianisme Islam Sunni versus Syiah dan khilafah sebagai entitas pemersatu umat Islam se-dunia," terangnya.
0 komentar: