Siang itu sangat terik, tapi puluhan ribu orang rela membiarkan diri meraka terpapar panasnya matahari di jalanan ibukota Jakarta. Orang-orang disana berkumpul untuk satu alasan, merayakan pelantikan presiden terpilih republik Indonesia, Joko Widodo. Ribuan dagangan bahkan dijajakan gratis untuk masyarakat demi menyambut naiknya Joko Widodo menjadi Presiden ketujuh Indonesia. Sementara dalam hati mulai bertanya "Kenapa puluhan ribu orang ini rela berdesakan dan berpanas-panasan hanya demi melihat Presidennya beberapa detik saja?" Ah, mungkin Presiden kita kali ini begitu dicintai masyarakatnya sampai demikian. Semoga saja jawabannya memang seperti itu, dan bukan alasan lain seperti adanya pemberian 'sedikit' uang untuk pengerahan massa yang lazim terjadi saat masa-masa kampanye.
Semua larut dalam euforia, seakan presiden yang baru terpilih ini adalah juru selamat yang akan menghapuskan semua masalah mereka. Atau mungkin mereka larut dalam euforia, karena hari itu urusan perut dan kebutuhan mereka akan hiburan bisa tercukupi dengan makanan gratis dan konser rakyat yang tersedia. Semua seakan terlelap, bahwa di belahan lain Indonesia sangat banyak yang sirik dengan apa yang mereka lakukan di Jakarta dan justru merasa bahwa yang dilakukan itu hanya penghamburan belaka.
Tapi ternyata panasnya Ibu Kota dan limpahan makanan serta hiburan yang tersedia tidak membuat mahasiswa lupa.
Siang itu juga, rasanya ada lebih dari seribu mahasiswa rela turun ke jalan. Mengkritisi dilantiknya presiden Indonesia yang menurut mereka perayaannya hanya membuat masyarakat larut dalam euforia. Karena di belahan Indonesia lainnya, masih banyak masyarakat yang terancam kelaparan, kekurangan bahan bakar minyak, kesulitan untuk bersekolah dan lain sebagainya. Mereka lela berpanas-panasan, berteriak teriak hanya untuk menyadarkan masyarakat bahwa seharunya pelantikan Jokowi tidak hanya dijadikan momentum unutuk ber-euforia. Melainkan merefleksi diri, atas masalah-masalah berat yang akan dihadapi dan harus diselesaikan untuk pemerintahan Jokowi-JK.
Siang itu, ternyata masih banyak mahasiswa yang tidak apatis dan mau memikirkan nasib bangsa. Tak terkecuali massa dari kampus Ganesha. Ditengah pekan UTS dan praktikum yang tak pernah berhenti tercatat ada 79 orang mahasiswa ITB yang rela meninggalkan zona nyamannya untuk memperlihatkan rasa pedullinya terhadap Indonesia. Kampus yang selama ini terlihat tenang-tenang saja dalam menghadapi isu-isu nasional yang bergejolak, ternyata masih peduli terhadap negara dan masyarakatnya.
Mahasiswa-mahasiswa ini, semoga juga tidak hanya terlarut dalam euforia aksi dan sekedar semangat yang segera meluap setelah aksi selesai. Melainkan satu hal untuk menjaga idealisme mereka yang akan terus menerus dilakukan untuk kebaikan bangsa ini. Jangan lelap, mahasiswa. Jangan biarkan semangat bergerak yang sudah tertanam dalam hati semakin lama semakin padam. Karena saaat mahasiswa lelap, siapa lagi yang akan berada di sisi rakyat.
Lelap terus, dan kau pun dipuji sebagai bangsa terlembut didunia.Darahmu dihisap dan dagingmu dilahap sehingga hanya kulit tersisa. - H.O.S Tjokroaminoto
0 komentar: