Purba secara etimologi bermakna timur, kata ini serumpun dengan kata "purwa" dalam bahasa Jawa. Kata ini berakar dari bahasa Sanskerta "purva". Pengaruh budaya India yang kental dengan corak Hindu-Buddha melalui bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa pada awal abad Masehi sangat besar peranannya dalam mewarnai kebudayaan nusantara. Pengaruh itu tentunya tidak terelakkan oleh suku Simalungun, akibat dari pengaruh yang berlangsung selama berabad-abad sehingga ditemukan cukup banyak budaya Simalungun yang bernuansa Hindu-Buddha.
Continue Reading→
Purba merupakan salah satu marga dari empat marga besar di Simalungun. Marga ini terbagi ke dalam beberapa cabang yaitu Tambak, Sidasuha, Sidadolog, Sidagambir, Sigumonrong, Silangit, Tambun Saribu, Tua, Tanjung, Pakpak, Siboro, Girsang, Tondang, Sihala, dan Manorsa. Penamaan Purba sebagai marga dari suatu kelompok masyarakat Simalungun dapat dideskripsikan bahwa nenek moyang mereka berasal dari arah timur pulau Sumatera. Leluhur awal marga Purba kemungkinan besar datang dari Siam ada dua lokasi yang diduga menjadi tempat berlabuh dan pintu masuknya ke Sumatera Timur, yaitu pesisir Serdang Bedagai dan Asahan sekarang. Batrlett (1952:633) menulis sebagaimana dikutip dari Arlin Dietrich (2003:13) bahwa nenek moyang orang Simalungun pada awalnya berkedudukan di pesisir pantai timur dan akibat desakan dari etnis Melayu yang datang dari Semenanjung Malaya kemudian mendirikan Kesultanan Melayu mereka lalu berpindah ke pedalaman hingga mencapai pantai Danau Toba dan berbaur dengan masyarakat setempat. Sampai sekarang penduduk Melayu di Serdang dan Deli masih banyak yang mengakui kalau nenek moyang mereka berawal dari suku Simalungun. Leluhur Purba yang pertama ini lalu mengidentifikasikan dirinya dengan sebutan orang yang berasal dari timur, dengan menggunakan bahasa Sanskerta "Purva", ia adalah seorang penganut Buddha. Ia diterima dengan baik oleh penduduk setempat dan diberikan keleluasaan untuk hidup bergaul bersama mereka. Si Purba kemudian menikahi salah seorang puteri dari kaum pribumi dan diberikan sebidang tanah untuk tempat tinggal.
Pada awalnya marga Purba tidak mengenal sub atau cabang marga seperti yang dikenal saat ini. Besar dugaan cabang-cabang yang ada sekarang merupakan hasil proses afiliasi dari para pendatang yang membaurkan diri dengan kelompok marga Purba awal. Artinya sebelum ada Tambak, Silangit, Sigumondrong, Sidasuha, Sidadolog, Sidagambir, Tanjung, Tambun Saribu, Tondang, Tua, Girsang, Pakpak, dan Siboro; kelompok masyarakat bermarga Purba itu telah ada. Jadi munculnya cabang tidak seiring dengan lahirnya induk marga, karena jauh sebelum adanya cabang, induk marga itu telah eksis di bumi Habonaron Do Bona. Terbentuknya cabang-cabang marga Purba baru terjadi pasca abad 11 masehi, pada masa sebelumnya belum dikenal adanya sub atau cabang marga. Sebagaimana penjelasan saya di atas bahwa terbentuknya cabang-cabang tersebut terjadi setelah adanya migrasi dari suku sekitar yaitu dari Pakpak dan Minangkabau. Artinya cabang-cabang marga Purba yg ada sekarang bukanlah keturunan langsung dari marga Purba melainkan pihak luar yang membaurkan diri atau berafiliasi ke dalam marga Purba agar dapat diterima menjadi bagian dari masyarakat pribumi yaitu masyarakat Hataran (Batak Timur), dimana pada masa itu belum dikenal istilah Simalungun. Bila dirunut pada masa itu telah terjadi 2 gelombang migrasi bangsa-bangsa dan suku yang masuk ke tanah Simalungun, yang pertama adalah komunitas pembentuk marga Purba yang datang dari Siam sebelum tahun 500 Masehi, yang kedua migrasi dari suku sekitar yang kemudian membentuk cabang-cabang marga Purba. Dalam buku Sari Sejarah Serdang edisi I karya Tengku Luckman Sinar yang dikutip dari tulisan Wikinson dalam buku Papers on Malay Subjects dijelaskan bahwa pada sekitar tahun 1377 Masehi telah terjadi gelombang eksodus masyarakat Minangkabau ke daerah pesisir Sumatera Timur setelah Singapura dihancurkan oleh Majapahit, kemudian diikuti gelombang kedua yg terjadi pada tahun 1611 Masehi, pada masa ini perpindahan mereka sampai ke semenanjung Malaya. Barangkali pada gelombang kedua inilah Pangulu Tambak Bawang leluhur awal Purba Tambak berkelana dari Pagaruyung ke tanah Simalungun.
Bila dirunut ke belakang sedikitnya ada 4 kelompok besar cabang marga Purba yg berbeda keturunan, yaitu:
1. Silangit,
2. Sigumondrong, Tambak, Sidasuha, Sidadolog, dan Sidagambir,
3. Tanjung, Tua, Tondang dan Tambun Saribu,
4. Siboro, Girsang, Pakpak, dan Sihala.
Menurut cerita lisan di Simalungun, leluhur Purba Silangit awalnya berdiam di sekitar Dolog Tinggi Raja. Akibat banjir besar melanda, daerah mereka jadi porak poranda yang mengakibatkan keturunannya menyebar ke sejumlah daerah seperti Gunung Mariah, Sinombah, Dolog Silou, Silou Kahean, dan Raya. Dari Gunung Mariah keturunannya kemudian banyak yang hijrah ke tanah Karo dan beralih menjadi Tarigan Silangit. Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa Purba Sigulang Batu lahir dari salah seorang keturunan Purba Silangit yang hijrah ke Humbang. Dan desa Silangit yang ada di Toba Samosir juga disinyalir ada kaitannya dengan Purba Silangit. Sementara untuk leluhur Purba Tambak datang dari Pagaruyung, ia mengembara melalui daerah Natal terus ke Singkil lalu ke Dairi, ia kemudian meneruskan perjalanan ke Simalungun. Ia mendirikan kampung pertama bernama Tambak Bawang, di mana di tempat itu ia membuat kolam di sebuah rawa-rawa (Simalungun: bawang/rawang). Ia adalah seorang pemburu yang ulung dan pemancing yang handal, hal inilah menginspirasi lahirnya simbol Purba Tambak yaitu "ultop" dan "bubu". Masyarakat disekitarnya pun berdatangan meramaikan tempat itu, mereka lalu mengangkatnya jadi Pangulu Tambak Bawang. Puteranya yang bernama Tuan Jigou lalu meneruskan jabatan ayahnya sebagai pangulu. Tuan Jigou ini melahirkan seorang putera bernama Tuan Sindar Lela. Puteranya inilah yang bertemu dengan Puteri Hijau di aliran Sungai Petani daerah Serbajadi sekarang dekat sebuah pohon tualang. Melalui bantuan Puteri Hijau, Tuan Sindar Lela berhasil mendapat tempat di lingkungan kerajaan Silou, ia pun diangkat jadi Raja Goraha Silou (Panglima perang Kerajaan Silou). Tuan Sindar Lela memiliki 2 orang putera, yang sulung bernama Tuan Toriti Purba Tambak Tualang dan yang bungsu bernama Tuan Timbangan Raja Purba Tambak Bawang. Anak yang sulung pindah ke Silou Buntu dan mendirikan Partuanon di tempat itu, sementara yang bungsu pindah ke Silou Dunia dan juga menjadi penguasa di tempat itu. Tuan Timbangan Raja inilah yang menikah dengan puteri Bunga Ncolei dari Kesain Jambur Lige Barus Jahe dan melahirkan 2 orang putera yang sulung bergelar Raja Rubun yang menjadi leluhur raja-raja Dolog Silou dari kelompok Purba Tambak Lombang dan yang bungsu diyakini sebagai leluhur asal Purba Sidasuha yang bergelar Tuan Suha Bolag. Kedua puteranya ini setelah beranjak dewasa berselisih, yang bungsu mengalah lalu bertualang sampai ke sekitar Tiga Runggu sekarang, di tempat itu ia mendirikan kampung Suha Bolag. Ialah yang menjadi tonggak awal berdirinya Kerajaan Panei. Pada generasi berikutnya, salah seorang keturunan Purba Sidasuha yang berdiam di sebuah pegunungan menamakan dirinya Purba Sidadolog, kelompok marga ini mendiami daerah Sinaman dan menjadi salah seorang keturunannya diangkat sebagai pembesar di Kerajaan Panei. Dari Purba Sidadolog ini muncul lagi Purba Sidagambir yang membelah diri akibat terjadinya perselisihan, Sidagambir sehari-hari bekerja sebagai penanam gambir, ia pindah ke tempat lain dan mendirikan kampung Rajaihuta, kemudian keturunannya mendirikan kampung baru bernama Dolog Huluan.
1. Silangit,
2. Sigumondrong, Tambak, Sidasuha, Sidadolog, dan Sidagambir,
3. Tanjung, Tua, Tondang dan Tambun Saribu,
4. Siboro, Girsang, Pakpak, dan Sihala.
Menurut cerita lisan di Simalungun, leluhur Purba Silangit awalnya berdiam di sekitar Dolog Tinggi Raja. Akibat banjir besar melanda, daerah mereka jadi porak poranda yang mengakibatkan keturunannya menyebar ke sejumlah daerah seperti Gunung Mariah, Sinombah, Dolog Silou, Silou Kahean, dan Raya. Dari Gunung Mariah keturunannya kemudian banyak yang hijrah ke tanah Karo dan beralih menjadi Tarigan Silangit. Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa Purba Sigulang Batu lahir dari salah seorang keturunan Purba Silangit yang hijrah ke Humbang. Dan desa Silangit yang ada di Toba Samosir juga disinyalir ada kaitannya dengan Purba Silangit. Sementara untuk leluhur Purba Tambak datang dari Pagaruyung, ia mengembara melalui daerah Natal terus ke Singkil lalu ke Dairi, ia kemudian meneruskan perjalanan ke Simalungun. Ia mendirikan kampung pertama bernama Tambak Bawang, di mana di tempat itu ia membuat kolam di sebuah rawa-rawa (Simalungun: bawang/rawang). Ia adalah seorang pemburu yang ulung dan pemancing yang handal, hal inilah menginspirasi lahirnya simbol Purba Tambak yaitu "ultop" dan "bubu". Masyarakat disekitarnya pun berdatangan meramaikan tempat itu, mereka lalu mengangkatnya jadi Pangulu Tambak Bawang. Puteranya yang bernama Tuan Jigou lalu meneruskan jabatan ayahnya sebagai pangulu. Tuan Jigou ini melahirkan seorang putera bernama Tuan Sindar Lela. Puteranya inilah yang bertemu dengan Puteri Hijau di aliran Sungai Petani daerah Serbajadi sekarang dekat sebuah pohon tualang. Melalui bantuan Puteri Hijau, Tuan Sindar Lela berhasil mendapat tempat di lingkungan kerajaan Silou, ia pun diangkat jadi Raja Goraha Silou (Panglima perang Kerajaan Silou). Tuan Sindar Lela memiliki 2 orang putera, yang sulung bernama Tuan Toriti Purba Tambak Tualang dan yang bungsu bernama Tuan Timbangan Raja Purba Tambak Bawang. Anak yang sulung pindah ke Silou Buntu dan mendirikan Partuanon di tempat itu, sementara yang bungsu pindah ke Silou Dunia dan juga menjadi penguasa di tempat itu. Tuan Timbangan Raja inilah yang menikah dengan puteri Bunga Ncolei dari Kesain Jambur Lige Barus Jahe dan melahirkan 2 orang putera yang sulung bergelar Raja Rubun yang menjadi leluhur raja-raja Dolog Silou dari kelompok Purba Tambak Lombang dan yang bungsu diyakini sebagai leluhur asal Purba Sidasuha yang bergelar Tuan Suha Bolag. Kedua puteranya ini setelah beranjak dewasa berselisih, yang bungsu mengalah lalu bertualang sampai ke sekitar Tiga Runggu sekarang, di tempat itu ia mendirikan kampung Suha Bolag. Ialah yang menjadi tonggak awal berdirinya Kerajaan Panei. Pada generasi berikutnya, salah seorang keturunan Purba Sidasuha yang berdiam di sebuah pegunungan menamakan dirinya Purba Sidadolog, kelompok marga ini mendiami daerah Sinaman dan menjadi salah seorang keturunannya diangkat sebagai pembesar di Kerajaan Panei. Dari Purba Sidadolog ini muncul lagi Purba Sidagambir yang membelah diri akibat terjadinya perselisihan, Sidagambir sehari-hari bekerja sebagai penanam gambir, ia pindah ke tempat lain dan mendirikan kampung Rajaihuta, kemudian keturunannya mendirikan kampung baru bernama Dolog Huluan.
Daftar Raja Dolog Silou:
1. Raja Rubun
2. Tuan Bedar Maralam
3. Tuan Rajomin
4. Tuan Moraijou
5. Tuan Taring
6. Tuan Lurni
7. Tuan Tanjarmahei
8. Tuan Ragaim
9. Tuan Bandar Alam
1. Raja Rubun
2. Tuan Bedar Maralam
3. Tuan Rajomin
4. Tuan Moraijou
5. Tuan Taring
6. Tuan Lurni
7. Tuan Tanjarmahei
8. Tuan Ragaim
9. Tuan Bandar Alam
Daftar Raja Panei:
1. Tuan Suha Bolag
2. Raja Panei II
3. Raja Panei III
4. Raja Panei IV
5. Raja Panei V
6. Raja Panei VI
7. Raja Panei VII
8. Raja Panei VIII
9. Tuan Sarmalam
10. Tuan Sarhalapa
11. Tuan Jintama
12. Tuan Jontama
13. Tuan Jadiammat
14. Tuan Bosar Sumalam
15. Tuan Marga Bulan (Raja Muda)
1. Tuan Suha Bolag
2. Raja Panei II
3. Raja Panei III
4. Raja Panei IV
5. Raja Panei V
6. Raja Panei VI
7. Raja Panei VII
8. Raja Panei VIII
9. Tuan Sarmalam
10. Tuan Sarhalapa
11. Tuan Jintama
12. Tuan Jontama
13. Tuan Jadiammat
14. Tuan Bosar Sumalam
15. Tuan Marga Bulan (Raja Muda)
Purba Sigumondrong berasal dari Lokkung, keturunannya kemudian menyebar ke Cingkes, Marubun, Togur, dan Raya, Simalungun. Marga ini merupakan keturunan dari Purba Tambak yang lahir dari boru Simarmata. Keturunannya yang pindah ke tanah Karo beralih menjadi Tarigan Gerneng. Adapun leluhur Purba Tondang berawal dari kampung Huta Tanoh di Kecamatan Purba, marga ini merupakan saudara dari Purba Tambun Saribu. Sebagian keturunannya meyakini leluhur mereka berasal dari Purba Parhorbo di Humbang. Keturunannya yang pindah ke tanah Karo beralih menjadi Tarigan Tendang. Saudaranya, Purba Tambun Saribu berasal dari Harangan Silombu dan Binangara di Kecamatan Purba, keturunannya yang pindah ke tanah Karo beralih menjadi Tarigan Tambun. Tua. Cabang marga Purba lainnya yaitu Purba Tua, marga ini adalah pendiri kampung Purba Tua yang berada di Kecamatan Silimakuta, sebagian meyakini marga ini merupakan saudara dari Purba Tanjung yang mendiami daerah Sipinggan, simpang Haranggaol. Keturunannya yang pindah ke tanah Karo beralih menjadi Tarigan Tua dan banyak bermukim di Juhar. marga inilah yang menerima kehadiran salah seorang keturunan marga Cibero di Juhar yang datang dari Tungtung Batu yang kemudian beralih menjadi Tarigan Sibero. Kampung asal Purba Tanjung berada di Sipinggan dekat simpang Haranggaol, sebagian keturunannya meyakini marga mereka lahir dari Purba Pakpak. Sedang pendapat lain mengatakan leluhur mereka adalah Purba Tambak, di mana salah seorang keturunannya pergi berdiam di sebuah tanjung di pinggiran Danau Toba.
Adapun marga Girsang, dari hasil investigasi penulis beberapa waktu yang lalu, di mana penulis menginterview salah seorang pengetua adat Pakpak marga Cibero. Ia menjelaskan bahwa Girsang adalah keturunan dari marga Cibero. Leluhur marga ini tinggal di sebuah bukit di kampung Lehu, pemukimannya itu diberikan oleh Raja Mandida Manik karena menikahi puterinya. Salah seorang keturunan si Girsang ada yang memiliki keahlian meramu obat sehingga dikenal juga dengan sebutan Datu Parulas dan menyumpit burung sehingga digelari juga dengan Pangultop. Adapun nama leluhur pertama marga Girsang yg datang langsung dari Pakpak menurutnya adalah 2 orang bersaudara yaitu Girsang Girsang dan Sondar Girsang, mereka ini keturunan ke 11 dari Raja Ghaib, leluhur pertama marga Cibero. Keduanya melakukan perburuan terhadap seekor burung, karena mengejar burung tersebut salah seorang di antara keduanya sampai ke Simalungun dan memasuki kampung Naga Mariah tanah ulayat marga Sinaga. Pada masa itu Tuan Naga Mariah tengah mendapat ancaman dari musuh yang datang dari Kerajaan Siantar, berkat bantuan si Girsang musuh dari Siantar dapat diatasi. Atas jasanya, Tuan Naga Mariah kemudian menikahkannya dengan puterinya dan menyerahkan tampuk kekuasaan padanya. Adapun penduduk asli tempat itu yaitu marga Sinaga, setelah kekuasaan beralih ke tangan si Girsang, mereka akhirnya banyak yang mengungsi ke Batu Karang dan menjadi marga Peranginangin Bangun. Di tempat itu, Si Girsang kemudian mendirikan kampung Naga Saribu sebagai ibukota Kerajaan Silima Huta dengan menggabungkan lima kampung yaitu Rakutbesi, Dolog Panribuan, Saribu Jandi, Mardingding, dan Nagamariah. Marga ini terbagi lagi menjadi Girsang Jabu Bolon, Girsang Na Godang, Girsang Parhara, Girsang Rumah Parik, dan Girsang Rumah Bolon. Sebagian keturunannya pindah ke tanah Karo menjadi Tarigan Gersang, kampung Sinaman di Kecamatan Tiga Panah merupakan salah satu kampung yang didirikan keturunan Girsang yang pindah ke tanah Karo. Adapun keturunan Purba Silangit ada juga yang menggabungkan diri dengan marga ini yang disebut dengan Girsang Silangit.
Peristiwa yang sama juga dialami salah seorang keturunan marga Cibero yang bergelar Pangultopultop, karena memburu seekor burung dari Tungtung Batu Kecamatan Silima Punggapungga membawa dirinya sampai ke Simalungun dan memasuki wilayah kekuasaan Tuan Simalobong salah satu partuanon dari Kerajaan Panei. Karena kepiawaiannya ia berhasil merebut hati rakyat Simalobong saat terjadi musim paceklik sehingga rakyat pun dengan sukarela memanggilnya raja. Hal ini menimbulkan kemarahan dan kecemburuan Tuan Simalobong, karena ia merasa ialah satu-satunya yang berhak menyandang titel tersebut. Akibatnya Pangultopultop berurusan dengan pihak istana dan berhadapan langsung dengan Tuan Simalobong, peristiwa ini berujung dengan adu sumpah (marbija) antara keduanya yang akhirnya berhasil dimenangkan oleh Pangultopultop. Kepemimpinan kemudian jatuh ke tangannya, di bekas wilayah kekuasaan Tuan Simalobong, ia lalu mendirikan Kerajaan Purba dan mengidentifikasi dirinya dengan sebutan Purba Pakpak. Pengetua adat marga Cibero tersebut dengan tegas mengatakan bahwa Pangultopultop, sang pendiri Kerajaan Purba dan nenek moyang pertama Purba Pakpak juga bermarga Cibero. Nama asli Pangultopultop menurutnya adalah Gorga, ia memiliki seorang saudara yg bernama Buah atau Suksuk Langit, saudaranya inilah yg pindah ke Juhar dan menjadi Tarigan Sibero. Mereka ini merupakan generasi ke 20 dari Raja Ghaib, generasi awal marga Cibero. Kalau merujuk pada pendapat beliau, artinya lebih dahulu si Girsang merantau ke Simalungun dibanding si Parultop, ada selisih 9 generasi antara Girsang dan Parultop, leluhur Purba Pakpak. Di antara keturunan Purba Pakpak ada yang membelah diri dan menyebut marganya dengan Purba Sihala dan mendiami daerah Purba Hinalang, keturunannyalah yang pindah ke tanah Karo menjadi Tarigan Purba atau Tarigan Cikala yang banyak ditemukan di daerah Cingkes dan Tanjung Purba, Kecamatan Dolog Silou.
Peristiwa yang sama juga dialami salah seorang keturunan marga Cibero yang bergelar Pangultopultop, karena memburu seekor burung dari Tungtung Batu Kecamatan Silima Punggapungga membawa dirinya sampai ke Simalungun dan memasuki wilayah kekuasaan Tuan Simalobong salah satu partuanon dari Kerajaan Panei. Karena kepiawaiannya ia berhasil merebut hati rakyat Simalobong saat terjadi musim paceklik sehingga rakyat pun dengan sukarela memanggilnya raja. Hal ini menimbulkan kemarahan dan kecemburuan Tuan Simalobong, karena ia merasa ialah satu-satunya yang berhak menyandang titel tersebut. Akibatnya Pangultopultop berurusan dengan pihak istana dan berhadapan langsung dengan Tuan Simalobong, peristiwa ini berujung dengan adu sumpah (marbija) antara keduanya yang akhirnya berhasil dimenangkan oleh Pangultopultop. Kepemimpinan kemudian jatuh ke tangannya, di bekas wilayah kekuasaan Tuan Simalobong, ia lalu mendirikan Kerajaan Purba dan mengidentifikasi dirinya dengan sebutan Purba Pakpak. Pengetua adat marga Cibero tersebut dengan tegas mengatakan bahwa Pangultopultop, sang pendiri Kerajaan Purba dan nenek moyang pertama Purba Pakpak juga bermarga Cibero. Nama asli Pangultopultop menurutnya adalah Gorga, ia memiliki seorang saudara yg bernama Buah atau Suksuk Langit, saudaranya inilah yg pindah ke Juhar dan menjadi Tarigan Sibero. Mereka ini merupakan generasi ke 20 dari Raja Ghaib, generasi awal marga Cibero. Kalau merujuk pada pendapat beliau, artinya lebih dahulu si Girsang merantau ke Simalungun dibanding si Parultop, ada selisih 9 generasi antara Girsang dan Parultop, leluhur Purba Pakpak. Di antara keturunan Purba Pakpak ada yang membelah diri dan menyebut marganya dengan Purba Sihala dan mendiami daerah Purba Hinalang, keturunannyalah yang pindah ke tanah Karo menjadi Tarigan Purba atau Tarigan Cikala yang banyak ditemukan di daerah Cingkes dan Tanjung Purba, Kecamatan Dolog Silou.
Daftar Raja Purba:
1. Tuan Pangultop Ultop (1624-1648)
2. Tuan Ranjiman (1648-1669)
3. Tuan Nanggaraja (1670-1692)
4. Tuan Batiran (1692-1717)
5. Tuan Bakkaraja (1718-1738)
6. Tuan Baringin (1738-1769)
7. Tuan Bona Batu (1769-1780)
8. Tuan Raja Ulan (1781-1769)
9. Tuan Atian (1800-1825)
10. Tuan Horma Bulan (1826-1856)
11.Tuan Raondop (1856-1886)
12.Tuan Rahalim (1886-1921)
13. Tuan Karel Tanjung (1921-1931)
14. Tuan Mogang (1933-1947)
1. Tuan Pangultop Ultop (1624-1648)
2. Tuan Ranjiman (1648-1669)
3. Tuan Nanggaraja (1670-1692)
4. Tuan Batiran (1692-1717)
5. Tuan Bakkaraja (1718-1738)
6. Tuan Baringin (1738-1769)
7. Tuan Bona Batu (1769-1780)
8. Tuan Raja Ulan (1781-1769)
9. Tuan Atian (1800-1825)
10. Tuan Horma Bulan (1826-1856)
11.Tuan Raondop (1856-1886)
12.Tuan Rahalim (1886-1921)
13. Tuan Karel Tanjung (1921-1931)
14. Tuan Mogang (1933-1947)
Mengenai komunitas marga Purba yang berada di Humbang, secara hukum adat berbeda dengan Purba Simalungun dan juga Purba Karo. Namun mereka kerap mengklaim Purba Simalungun adalah keturunan mereka, namun hal ini sangat bertentangan bila merujuk pada jumlah populasi dan generasi dari kedua marga. Populasi komunitas Purba Simalungun jauh lebih banyak dibanding mereka, demikian juga keberadaan Purba Simalungun sudah lebih dahulu eksis sehingga jumlah generasinya jauh lebih banyak dibanding Purba Humbang. Hal ini diperkuat dari informasi yang diperoleh oleh penulis dari Ketua Bidang Adat Punguan Marga Manurung yang berdomisli di Kota Pematang Siantar melalui rekannya yang mengatakan pada penulis bahwa Tuan Sorba Dijae alias Datu Pejel pernah mengambil istri boru Purba dari Simalungun saat ia berimigrasi dari Pangururan ke Sibisa. Saat masih di Pangururan ia sudah memiliki seorang istri bernama Siboru Anting Sabungan yang melahirkan 2 orang anak yaitu Raja Mardopang dan Raja Mangatur. Dari Raja Mardopang lahir marga Sirait, Sitorus, dan Butarbutar. Sedang dari Raja Mangatur lahir marga Manurung. Sebagaimana diketahui Tuan Sorba Dijae adalah putera dari Tuan Sorimangaraja hasil pernikahannya dengan Siboru Biding Laut yang lebih populer disebut dengan Nai Rasaon. Tuan Sorba Dijulu (Tuan Nabolon) dan Tuan Sorba Dibanua merupakan saudara seayah Tuan Sorba Dijae lain ibu. Ketiganya adalah generasi keempat dari Si Raja Batak. Sementara untuk Purba yang lahir dari Simamora adalah generasi keempat dari Tuan Sorba Dibanua dan generasi ketujuh dari Si Raja Batak. Tuan Sorba Dibanua memiliki delapan orang anak, salah satu diantaranya bernama Raja Sumba, dari Raja Sumba inilah lahir Simamora dan Sihombing kemudian dari Simamora lahir marga Purba yang saat ini banyak ditemui di wilayah Humbang.
Dari uraian ini dapat diketahui bahwa jauh sebelum lahirnya marga Purba di Humbang sudah ada komunitas marga Purba di Simalungun dibuktikan dengan adanya salah seorang isteri Tuan Sorba Dijae berasal dari kelompok Purba Simalungun. Dari kisah ini membuktikan bahwa di tanah Simalungun sejak lama sudah berkembang suatu peradaban besar yang dilakoni oleh para nenek moyang orang Simalungun.
0 komentar: